Oleh: Dr Muhammad Hariyadi, MA
Islam merupakan satu-satunya agama yang memberikan perhatian utama terhadap kesehatan manusia. Setiap Muslim wajib secara agama menjaga kesehatannya dan menyeimbangkannya dengan kebutuhan rohaninya.
Rasulullah SAW bersabda, "Sungguh, badanmu memiliki hak atas dirimu." (HR. Muslim). Di antara hak badan adalah memberikan makanan pada saat lapar, memenuhi minuman pada saat haus, memberikan istirahat pada saat lelah, membersihkan pada saat kotor dan mengobati pada saat sakit.
Sedemikian besar perhatian Islam terhadap kesehatan badan pemeluknya, sampai-sampai di dalam beberapa ayat Alquran, As-sunnah dan kitab-kitab fikih terdapat bahasan khusus mengenai kesehatan, penyakit dan petunjuk Rasul SAW dalam hal pengobatan.
Bahkan, penjagaan dan pemeliharaan kesehatan menjadi bagian pemeliharaan kedua dari prinsip-prinsip pemeliharaan pokok dalam syariat Islam yang terdiri dari; pemeliharaan agama, kesehatan, keturunan, harta dan jiwa.
Sebaliknya, Islam melarang berbagai tindakan yang membahayakan fisik/badan atas nama pendekatan keagamaan sekalipun sebagaimana tersebut dalam firman Allah SWT, "Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu dalam kerusakan." (QS. Al-Baqarah: 195) dan "Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh Allah Mahapenyayang kepadamu." (QS. An-Nisaa": 29).
Demi penjagaan terhadap kesehatan, syariat Islam juga memberikan berbagai keringanan di dalam beribadah dengan tujuan meringankan, memudahkan dan tidak membuat payah badan.
Dalam pemberian keringanan berbuka bagi orang yang sakit dan bepergian, Allah SWT berfirman, "Allah menghendaki kelonggaran dan tidak menghendaki kesempitan bagimu." (QS. Al-Baqarah: 185). Dalam kaitannya dengan keringanan bertayamum, Allah SWT berfirman, "Allah tidak menghendaki kesulitan bagimu, tetapi hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu agar kamu bersyukur." (QS. Al Maidah: 6).
Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa Rasulullah SAW mengutus Amr bin Ash RA sebagai Amir di Suriah. Pada saat kembali ke Madinah, Amr bin Ash mengadukan masalah menyucikan diri dari hadas besar melalui tayamum dengan pertanyaannya, "Wahai Rasul, malam itu cuaca sangat dingin dan aku ingat firman Allah SWT: "Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh Allah Mahapenyayang kepadamu." (QS. An-Nisaa": 29). Rasulullah SAW lantas menjawab pengaduan Amr bin Ash tersebut dengan senyuman yang menegaskan persetujuannya atas tindakan yang diambil.
Realitas tersebut menunjukkan bahwa seorang Muslim wajib memelihara kesehatan badannya, sebagaimana kewajiban negara menjaga kesehatan masyarakatnya dan menanggulangi wabah penyakit yang menyerang rakyatnya. Sehingga di kalangan kaum Muslimin telah masyhur penyataan yang menyebutkan "kesehatan badan/ fisik didahulukan dari kesehatan beragama karena Tuhan Mahapengampun dan Penyayang".
Bahkan, dalam kaitannya dengan penghindaran diri dari penyakit yang mewabah pada suatu kawasan, seorang Muslim diperkenankan untuk menghindarkan diri dari kawasan tersebut menuju kawasan lain yang lebih aman dengan istilah "pindah dari qadar (ketentuan) Allah menuju pada qadar yang lain."
Lebih jauh, seorang Muslim harus senantiasa berupaya untuk menyembuhkan penyakit yang sedang dideritanya dengan asumsi semua penyakit ada obatnya. Lebih dari itu, sebagaimana penyakit merupakan qadar dari Allah, maka upaya mencari kesembuhan dan obat pun juga merupakan bagian dari qadar Allah SWT. Dengan demikian seorang Muslim senantiasa berupaya menghadapi qadar Allah dengan qadar Allah yang lain. Wallahu A"lam.